Mahfudzot Kelas 1 TMI/KMI Lengkap Cara Baca, Arti dan Penjelasannya (No. 61-70)
Sahabat Ayo Belajar yang pernah atau sedang belajar di pesantren khususnya pesantren yang berafiliasi ke sistem KMI Gontor tentu sudah tidak asing belajar Mahfudzot. Hal ini karena materi yang diajarkan sudah diperkenalkan sejak kelas 1 TMI/KMI dan akan berlanjut sampai kelas 5 TMI/KMI.
Berikut ini kami hadirkan materi Mahfudzot kelas 1 TMI/KMI yang dilengkapi dengan cara baca, artinya dan syarah/penjelasannya. Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk para santri yang sedang belajar dan juga untuk para guru pengajar Mahfudzot sebagai tambahan referensi bahan ajarnya.
Berikut materi Mahfudzot Kelas 1 TMI/KMI beserta cara baca, arti dan penjelasannya
Mahfudzot No. 61 – 70
61. لَيْسَ الجَمَالُ
بِأَثْوَابٍ تُزَيِّنُنَا إِنَّ الجَمَالَ جَمَالُ العِلْمِ وَالأَدَبِ
Laisal jamaalu bi atswaabin tuzayyinunaa, innal
jamaala jamaalul ilmi wal adabi
“Bukanlah kecantikan itu dengan pakaian yang menghias kita, sesungguhnya
kecantikan itu ialah kecantikan dengan ilmu dan kesopanan.”
Penjelasan:
Kata pepatah Inggris: “Don’t judge a book by its cover”, maksudnya
janganlah kita menilai sebuah buku hanya dengan melihat covernya saja.
Demikian pula dengan hubungan kita sesama manusia, kita sering kali menilai
orang hanya dari penampilan luarnya saja. Kita lupa bahwa keindahan yang ada di
dalam diri seseorang yaitu keindahan yang dihasilkan oleh adanya ilmu dan
perangai yang baik itu jauh lebih berharga dari keindahan lahiriah yang akan
pudar seiring berjalannya waktu.
Adapun sisi lain yang dapat kita tarik dari Mahfuzhat ini adalah bahwasanya
ilmu juga harusnya disertai dengan budi pekerti yang baik.
Artinya ilmu yang banyak namun tak diiringi dengan adanya budi pekerti yang
baik itu laksana pohon tak berbuah.
62. لاَ تَكُنْ رَطْبًا
فَتُعْصَرَ وَلاَ يَابِسًا فَتُكَسَّرَ
Laa takun rathban fa tu’shara, wa laa yaabisan fa
tukassara
“Janganlah engkau bersikap lemah sehingga engkau akan diperas, dan janganlah pula bersikap keras, sehingga engkau akan
dipatahkan. (Seimbanglah
dalam segala urusan).”
Penjelasan:
Maksud dari Mahfuzhat ini adalah kita harus seimbang dalam segala urusan,
kita harus menghindari Ifrath (berlebihan) dan Tafrith (terlalu kurang).
Dalam pergaulan sehari-hari kita sering melihat ada orang yang terlalu
kasar sehingga dimusuhi banyak orang, namun ada pula orang yang terlalu
“lembek” sehingga malah menjadi objek Bullying ataupun
dipermainkan oleh orang-orang di sekitarnya. Karena itu dalam Mahfuzhat lain
juga dikatakan “Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya”.
63. مَنْ أَعَانَكَ
عَلىَ الشَّرِّ ظَلَمَكَ
Man a’aanaka ‘alasy syarri zalamaka
“Barang siapa menolongmu dalam kejahatan maka ia telah menzalimimu.”
Penjelasan:
Maksud dari Mahfuzhat ini adalah bahwa sesungguhnya orang yang membantu
kita melakukan sebuah keburukan itu pada hakikatnya sedang menjerumuskan kita
dalam sebuah dosa, oleh sebab itu ia pada hakikatnya sedang menzalimi kita.
Demikian pula sebaliknya, ketika kita membantu seseorang melakukan sebuah
kejahatan, maka kita pada saat ini sedang menzaliminya karena kita
menjerumuskannya dalam sebuah dosa.
Dalam Islam, seseorang hendaknya mencegah saudaranya dari berbuat
kejahatan, karena sebenarnya itulah bentuk kasih sayang kita sebagai sesama
muslim.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW
bersabda:
انْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
“Tolonglah saudaramu baik
ketika ia sedang berbuat zalim maupun ketika ia sedang dizalimi”.
Kemudian salah seorang sahabat
bertanya:
“Ya Rasulallah, aku paham bahwa
orang yang dizalimi harus aku tolong, namun bagaimana dengan menolong orang
yang berbuat zalim?”
Rasulullah SAW pun menjawab:
تَحْجُزُهُ
أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ
“Kamu cegah dia dari berbuat
zalim, maka sesungguhnya itulah bentuk pertolongan baginya”. (Muttafaq
‘Alaih)
64. أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ
تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ
أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
Akhii, lan tanaalal ‘ilma illaa bi sittatin,
saunbiika ‘an tafshiilihaa bi bayaanin: Zakaa-un wa hirshun wajtihaadun wa
dirhamun wa shuhbatu ustaadzin wa thuulu zamaanin
Saudaraku! Kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara,
akan aku beritahukan perinciannya dengan jelas :
1) Kecerdasan
2) Ketamakan (terhadap ilmu)
3) Kesungguhan
4) Harta benda (bekal)
5) Mempergauli
guru (bermuamalah dengan baik)
6) Waktu yang panjang
Penjelasan:
Mahfuzhat di atas sudah sangat jelas bahwa ada 6 perkara untuk memperoleh
ilmu yaitu 1) kecerdasan, 2) ketamakan terhadap ilmu, 3) kesungguhan, 4) harta
benda sebagai bekal, 5) berinteraksi bersama guru dengan baik, 6) membutuhkan
waktu yang panjang dan perlu ketekunan (tidak instan).
65. العَمَلُ يَجْعَلُ
الصَّعْبَ سَهْلًا
Al-‘amalu yaj’alus sha’ba sahlan
“Bekerja itu membuat yang sukar menjadi mudah.”
Penjelasan:
Maksudnya adalah sering kali sesuatu itu terlihat sulit sebelum ia
dikerjakan, padahal ketika sudah dilakukan ia akan menjadi mudah.
Misalnya ada seseorang yang ingin membangun sebuah usaha, dalam pikirannya
usaha yang akan ia bangun tersebut adalah sebuah usaha yang sangat sulit
dijalankan, butuh banyak biaya, persaingan ketat, dan lain sebagainya.
Namun ternyata setelah dijalani, ia pun merasa bahwa ternyata usaha
tersebut tidaklah sesulit yang ia bayangkan dulu.
Di sini lah letak kuncinya, bahwa di dalam sebuah pergerakan itu ada
berkah:
تَحَرَّكْ
فَإِنَّ فِي الْحَرَكَةِ بَرَكَةً
“Bergeraklah, karena sesungguhnya di dalam sebuah pergerakan itu ada keberkahan”,
demikian wejangan yang selalu diulang oleh Kyai Syukri di Gontor dulu.
66. مَنْ تَأَنَّى
نَالَ مَا تَمَنَّى
Man ta-annaa naala maa tamannaa
“Barang siapa berhati-hati niscaya mendapatkan apa-apa yang ia
cita-citakan.”
Penjelasan:
Kita hendaknya selalu bersikap hati-hati dalam segala urusan, karena sering
sekali terjadi seseorang mendapatkan celaka karena kurangnya hati-hati.
67. اُطْلُبِ العِلْمَ
وَلَوْ بِالصِّيْنِ
Uthlubil ‘ilma walaw bish shiin
“Carilah/tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina.”
Penjelasan:
Penyebutan negeri China di sini tidaklah bermaksud untuk menunjukkan
kemuliaan bangsa ataupun negeri China dibandingkan bangsa-bangsa lainnya.
Adapun maksud dari disebutnya Negeri China di sini adalah karena ia (dulu)
dikenal sebagai negeri yang sangat jauh dari jazirah Arab. Maka dipakailah ia
untuk menunjukkan posisi yang sangat jauh.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah bahwa menuntut ilmu itu adalah
sebuah kewajiban bagi kita, karena itu kita dianjurkan untuk berkelana mencari
ilmu walaupun sampai ke tempat yang jauh.
Dulu, Imam Bukhari bahkan pernah melakukan perjalanan dari kota Bukhara di
Asia tengah hingga ke Baghdad yang berjarak sekitar 2000 km, hanya untuk
mengecek kesahihan sebuah hadits.
Demikianlah semangat para ulama terdahulu dalam mencari ilmu yang hendaknya
menjadi motivasi bagi kita semua untuk terus bersemangat dalam menuntut ilmu.
68. النَّظَافَةُ مِنَ
الإِيْمَانِ
An-Nazhaafatu minal iimaan
“Kebersihan itu sebagian dari iman.”
Penjelasan:
Kalimat ini bukanlah sebuah hadis, namun maknanya mirip dengan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:
الطُّهُوْرُ
شَطْرُ الْإِيْمَانِ
“Kesucian/bersuci merupakan
setengah/sebagian dari Iman” (HR. Muslim: 328).
Namun perlu dipahami bahwa ada
perbedaan makna antara an-Nazhaafah (Kebersihan) dengan at-Thuhuur (Kesucian).
Thuhuur itu mencakup
kebersihan secara Hissi (Kebersihan yang dapat diperhatikan
oleh indra), dan juga kebersihan secara Maknawi (kebersihan
jiwa). Sedangkan Nazhaafah sendiri hanyalah mencakup
kebersihan secara Hissi saja (kebersihan lahiriyah).
Karena itulah, semua hal yang suci itu pasti bersih, namun tidak semua hal yang bersih itu suci.
69. إِذَا كَبُرَ
المَطْلُوْبُ قَلَّ المُسَاعِدُ
Idzaa kabural mathluubu qallal musaa’idu
“Kalau besar permintaannya maka sedikitlah penolongnya.”
Penjelasan:
Kalimat ini bisa memiliki 2 arti:
Yang pertama: Bahwa sebuah permintaan tolong yang membutuhkan usaha yang
besar untuk menunaikannya pasti hanya akan mendapatkan segelintir orang yang
bersedia untuk membantu. Karena memang tidak banyak orang yang bisa membantu.
Ini adalah normal dan tidak ada yang salah dengan hal ini.
Kedua: adapun arti lain dari kalimat ini adalah bahwa orang yang terlalu
sering meminta bantuan orang lain (menjadikan itu sebagai kebiasaan), lambat
laun akan kesulitan menemukan orang yang bersedia menolongnya.
Misalnya ada seseorang yang sangat manja sehingga apa pun keperluannya
selalu minta tolong kepada orang lain (sebenarnya ia mampu untuk melakukannya
sendiri), maka orang seperti ini lambat laun tak akan dihiraukan oleh
masyarakat, sehingga tatkala ia benar-benar membutuhkan pertolongan,
orang-orang akan enggan untuk menolongnya lantaran sikapnya yang terlalu
gampang untuk meminta tolong.
Terkait hal ini, Rasulullah SAW adalah contoh teladan, beliau selalu
mengerjakan sendiri segala keperluan beliau selama beliau mampu untuk
mengerjakannya sendiri.
70. لاَ خَيْرَ فِيْ
لَذَّةٍ تَعْقِبُ نَدَمًا
Laa khaira fi ladzzatin ta’qibu nadaman
“Tidak ada baiknya sesuatu keenakan yang diiringi (oleh) penyesalan.”
Penjelasan:
Maksudnya adalah ketika kita hendak melakukan sesuatu, kita hendaknya
selalu memikirkan konsekuensi ataupun akibat dari perbuatan tersebut. Apakah ia
akan menjadi kebaikan ataukah keburukan bagi kita di kemudian hari.
Jangan sampai sesuatu yang akan kita lakukan tersebut hanya nampak indah di
awal, namun membawa penyesalan kepada kita di kemudian hari.
Download Materi Mahfuzhat 61-70
Sumber materi asli:
Post a Comment for "Mahfudzot Kelas 1 TMI/KMI Lengkap Cara Baca, Arti dan Penjelasannya (No. 61-70)"
Beri Komentar Yuk